Rabu, 30 Juli 2008

Daging kaku paska pemotongan

idul adha datang setiap tahunnya, maka setiap masyarakat di Indonesia ini akan dengan mudahnya melihat peristiwa pemotongan hewan, baik itu kambing ataupun sapi. Namun setiap tahun pula akan muncul pertanyaan yang sama, mengapa daging tersebut kemudian mengalami kekakuan atau lebih dikenal dengan istilah rigor mortis.

hewan yang telah dipotong ini tentunya akan terhenti pula proses pernafasannya atau respirasi. Terhentinya respirasi ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur jaringan daging hewan, serta menurunnya jumlah adenosin triphosphat (ATP) dan kreatin phosphat yang berperan sebagai penghasil energi.
Pada fase kematian hewan (pra rigor) hanya terjadi penurunan keaaman atau pH secara bertahap sementara jumalh ATP masih relatif konstant, sehingga jaringan daging masih bersifat lentur dan lunak. Karena respirasi terhenti, akan menyebabkan persedian glikogen habis, akibatnya pembentukan ATP akan terhenti, sementara pemecahan ATP terus berlangsung, akibatnya jumlah ATP dalam jaringan daging akan meryusut secara bertahap.

Pada tingkat jumlah ATP tertentu, yaitu 1 mikro mol/gram, energi yang dihasilkan tidak mampu untuk menjaga daging dalam keadaan normal, kelenturan daging akan menurun terus menerus seiring berkurangnya jumlah ATP. Bila konsentrasi ATP lebih kecil lagi, yaitu 0,1 mikro mol/gram maka daging akan menjadi kaku dan keras, peristiwa ini dikenal dengan peristiwa rigor mortis.

Namun setelah fase rigor mortis ini, daging akan memasuki fase paska rigor, dimana daging akan menjadi lunak kembali akibat dari aktifnya peran dari enzim katepsin dalam daging.
Tetap Pintar Untuk Memilih Makanan, dan Tetap Pintar Untuk Hidup Sehat.


Teddy Efendy
Alumni Teknologi Pangan Univrsitas Padjadjaran

Minumam bebas dari pemanis buatan

Jika daging menggunakan penilaian lalat, maka untuk pemanis buatan ini kita menggunakan jasa semut. Sudah sangat terkenal sekali jika gula adalah pemanis alami, dan sangat terkenal pula peribahasa yang mengatakan ada ‘gula ada semut’.

Jadi jika ingin menilai apakah minuman yang kita konsumsi memberikan rasa manis berasal dari gula atau dari pemanis buatan, teteskan barang sedikit saja, kemudian tunggu sebentar dan melihat reaksi semut di sekelilingnya. Jika semut suka, rasa manis itu berasal dari gula. Dan jika semut tidak suka itu berasal dari pemanis buatan.

Namun bagaimana jika produsen menggunakan campuran antara gula asli dan pemanis buatan dalam minumannya. Untuk hal ini kita bisa menggunakan indera pencicip kita, lidah, karena pada dasarnya lidah ini adalah alat yang tidak ada tandingannya untuk mengetahui partikel rasa dalam minuman. Jika setelah kita mengkonsumsi minuman tersebut dan ada rasa ikutan atau after taste, atau rasa yang kemudian muncul beberapa saat setelah kita mengkonsumsinya, seperti rasa pahit, kita harus hati-hati, karena besar kemungkinan minuman tersebut terdapat bahan pemanis buatannya.

Namun kita pun jangan langsung menyimpulkan setiap minuman yang memiliki after taste pahit mengandung pemanis buatan. Misalnya saja pada teh manis. Rasa manis akan didapatkan dari gula, sedangkan pahit tentu didapatkan dari tanin yang berasal dari teh.
Tetap Pintar Untuk Memilih Makanan, dan Tetap Pintar Untuk Hidup Sehat


Teddy Efendy
Alumni Teknologi Pangan Univrsitas Padjadjaran

Kiat membedakan daging aman dari pengawet

Daging dengan pengawet tentunya akan meresahkan setiap pembelinya. Tidak sekedar adanya bahaya kesehatan dari bahan pengawet tersebut, namun juga, bagi umat muslim, dikhawatirkan daging yang menggunakan bahan pengawet bukanlah hasil dari pemotongan dalam keadaan hidup, atau istilah yang populer adalah ‘tiren’ atau mati kemaren, maksudnya adalah hewan yang telah mati kemudian diberi luka sembelihan, hingga terkesan hewan tersebut mati karena disembelih.

Memang tentunya akan sulit jika setiap pembeli kemudian harus menunggu hasil analisis kimia akan keamanan daging yang telah dibelinya, untuk kemudian merasa aman untuk mengkonsumsinya. Namun ada cara sederhana untuk mengetahuinya, khususnya bagi para pembeli yang mencari daging di pasar tradisional.

Jika daging yang dijajakan tersebut dihinggapi lalat, maka daging itu kemungkinan besar tidak mengandung bahan pengawet. Namun jika daging tersebut tak ada satupun lalat yang hinggap, sebaiknya dihindari karena kemungkinan besar daging tersebut mengandung pengawet. Alasannya sederhana saja, karena lalat sendiri memiliki indera untuk melihat kesegaran (ke-alami-an) dari daging tersebut.

Namun perlu diingatkan, hanya dihinggapi lalat saja, dan bukan yang dikerubungi. Jika dikerubungi, bisa jadi itu daging yang kemaren..


Teddy Efendy
Alumni Teknologi Pangan Univrsitas Padjadjaran

Telur lama/rusak mengambang dalam air

Mengapa mengambang? Jawabannya sederhana, sudah pasti karena berat jenis atau masa jenis telur lebih kecil dibandingkan dengan masa jenis air. hanya jika pertanyaan kita alihkan, apakah sejak dari awal dikeluarkan sang induk berat jenis telur lebih kecil dari air?

Jawabannya juga tak sulit, tinggal kita bandingkan antara telur baru dan telur yang telah lama atau hampir rusak, keduanya kita masukkan dalam air. jika kita telah melakukannya, akan terlihat telur baru tenggelam, sedangkan telur lama biasanya mengambang, atau setidaknya melayang dalam air.

Jika seperti itu, bisa dismpulkan, jika telur mengalami penurunan besaran berat jenis. Sekarang, mari kita beralih ke pertanyaan lainnya, lalu apa yang menyebabkan telur mengalami penurunan?

Telur ada dalam keadaan terbaik sesaat ia dikeluarkan dari tubuh induknya. Namun ketika berada di luar tubuh induknya terjadi berbagai macam perubahan. Hal ini dikarenakan perbedaan lingkungan tempat telur berada. dalam tubuh induknya telur berada dalam kelembaban yang tinggi dan suhu hangat, sedangkan setelah berada di luar tubuh induknya, telur menghadapi lingkungan dengan kelembaban dan suhu yang lebih rendah.

Awalnya telur diselimuti oleh cairan mukosa yang kental. Namun setelah telur berada di luar tubuh induknya, mukosa tersebut akan mengering. Ketika mukosa dalam keadaan basah, ia mampu untuk melindungi telur dari keluar masuknya air dan gas. Namun ketika mengering, pori-pori pada kulit telur menjadi semakin besar. Ketika pori-pori ini terbuka, maka air dan gas karbondioksida akan keluar dari dalam telur. Akibatnya berat telur berkurang, sementara volume telur tetap.

Berat telur akan semakin berkurang seiring lama penyimpanan, karena asam karbonat yang ada dalam telur berubah menjadi air dan gas karbondioksida yang kemudian akan keluar dari telur, akibatnya telur akan semakin mengalami penurunan berat jenisnya.
Tetap Pintar Untuk Memilih Makanan, dan Tetap Pintar Untuk Hidup Sehat


Teddy Efendy
Alumni Teknologi Pangan Univrsitas Padjadjaran

Susu Kedelai Jahe, Alternatif

Meningkatnya harga susu sapi cukup membuat konsumen resah, mulai dari anak-anak, remaja hingga para manula yang memang memerlukan asupan gizi yang baik untuk pertumbuhan atau menjaga kesehatan. Namun yang paling resah, mungkin mereka para ibu yang memiliki balita. Wajar saja, pada usia balita ini kebutuhan gizi khususnya protein sangat tinggi. Protein merupakan salah susu komponen makro nutrisi yang terdapat dalam bahan makanan. Protein amat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai bahan bakar, zat pembangun, dan pengatur di dalam tubuh. Jika kebutuhan protein tidak dipenuhi, maka dikhawatirkan pertumbuhan sang anak akan terganggu, namun jika harus dipenuhi, maka setiap ibu harus menambah uang belanja yang tidak sedikit.

Oleh karena itu perlu dipertimbangkan konsumsi alternatif yang tepat untuk memenuhi kebutuhan susu sapi ini, namun dengan biaya yang tetap terjangkau atau bahkan lebih murah. Salah satu alternatif pengganti susu sapi adalah susu kedelai.

Saat ini, susu kedelai banyak dikonsumsi karena zat-zat gizi yang dikandungnya. Mutu protein dalam susu kedelai hampir sama dengan mutu protein susu sapi. Protein Efisiensi Rasio (PER) susu kedelai adalah 2,3 sedangkan PER susu sapi adalah 2,5. PER ini menujukkan penambahan berat badan hewan percobaan untuk setiap berat protein yang dikonsumsi. Komposisi asam amino metionin dan sistein susu kedelai tidak sebaik yang terdapat pada susu sapi, namun susu kedelai memiliki kandungan asam amino lisin yang cukup tinggi.

Namun demikian, pemanfaatan susu kedelai masih terbatas karena adanya senyawa penyebab off-flavor, yakni flavor langu (beany flavour) akibatnya aroma dari susu kedelai tersebut kurang disukai oleh konsumen. Flavor langu yang kurang disukai ini ditimbulkan oleh aktivitas enzim lipoksigenase yang ada dalam biji kacang kedelai yang akan bereaksi dengan lemak ketika ketika proses pembuatan susu kedelai.

Walaupun Enzim lipoksigenase dapat dihilangkan aktivitasnya dengan proses pemanasan, namun susu kedelai yang dihasilkan teteap memiliki komponen bau yang masih terdapat dalam susu kedelai yaitu 1-okten-3-ol yang terbentuk selama perendaman kedelai. Sisa flavor langu dari susu kedelai dapat ditutupi dengan menambah atau mencampurkan rempah-rempah yang berfungsi sebagai penambah rasa dan aroma antara lain jahe.

Jahe mengandung minyak atsiri yang menimbulkan aroma khas sehingga dapat digunakan untuk menutupi bau langu. Kelebihan yang dimiliki oleh jahe antara lain sebagai sumber antioksidan dan dalam bidang kesehatan dimanfaatkan untuk obat tradisional. Pencampuran jahe ke dalam susu kedelai diharapkan akan mengurangi kelemahan bau langu yang dimiliki oleh susu kedelai. Namun, karena jahe memiliki rasa pedas sehingga perlu diketahui cara pencampuran dan jenis jahe yang akan digunakan yang mampu menghasilkan susu kedelai yang baik dan bertambahnya nilai aktivitas antioksidan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kadar protein susu kedelai jahe ini memiliki kadar protein sebesar 2,3 %. Kadar protein yang dihasilkan telah memenuhi kadar protein yang ditetapkan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu sebesar 2%. Jika kebutuhan tubuh akan protein yaitu 50 gram per hari. Hal ini menunjukkan bahwa mengonsumsi susu kedelai jahe sebanyak 100 ml maka 4,6% kebutuhan tubuh akan protein telah terpenuhi. Menariknya, konsumsi 40 gram protein kedelai setiap hari selama tiga bulan pada wanita pascamenopause, secara nyata menurunkan ekskresi deoksipiridinolin (Dpd) urin. Dpd merupakan marker (penanda) spesifik untuk resorpsi sel-sel tulang. Dpd urin rendah berarti proses resorpsi sel-sel tulang berlangsung baik.

Selain kadar protein yang baik, susu kedelai jahe ini memiliki aktivitas antioksidan lebih baik dibandingkan dengan susu kedelai biasa (tanpa pencampuran jahe). Nilai EC50%, susu kedelai jahe adalah 7,55% v/v sedangkan susu kedelai biasa yaitu 9,76% v/v. EC50% merupakan konsentrasi yang dapat memberikan % inhibisi radikal bebas sebesar 50 %.

Berdasarkan data tersebut, untuk dapat memberikan % inhibisi sebesar 50 % susu kedelai jahe yang dibutuhkan yaitu 7,55 % v/v dibandingkan susu kedelai biasa (tanpa jahe) yaitu 9,76% v/v, dengan kata lain susu kedelai jahe lebih baik dibandingkan dengan susu kedelai biasa karena dengan konsentrasi yang sama mampu memberikan daya hambat radikal bebas (% inhibisi) yang lebih besar.

Adanya aktivitas antioksidan pada susu kedelai, baik dengan atau tanpa pencampuran jahe, karena pada kedelai terdapat beberapa senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan salah satunya adalah flavonoid. Flavonoid kedelai adalah unik dimana dari semua flavonoid yang terisolasi dan teridentifikasi adalah isoflavon. Namun, lebih baiknya aktivitas antioksidan susu kedelai jahe dibandingkan susu kedelai biasa, karena dipengaruhi oleh jumlah antioksidan yang berada dalam susu kedelai jahe. Walaupun susu kedelai telah memiliki antioksidan yang berasal dari isoflavon, susu kedelai jahe memiliki jumlah antioksidan yang lebih baik dengan adanya penambahan senyawa antioksidan yang berasal dari jahe. Jenis antioksidan pada jahe antara lain gingerol, shogaol, dan zingeron.

Kemampuan antioksidan dalam menghambat radikal bebas dipengaruhi oleh strukturnya. Isoflavon dan gingerol merupakan senyawa fenolik dengan gugus utama adanya cincin aromatik benzen. Cincin aromatik benzen mampu men-delokalisasi elektron radikal bebas dimana ikatan rangkap dua karbon-karbon (C=C) pada molekul benzen pada karbon terntentu berpindah-pindah. Akibatnya radikal bebas dapat dihambat dan tidak menyebar. Gejala berpindahnya ikatan rangkap karbon-karbon (C=C) dinamakan dengan resonansi.
Adanya antioksidan yang lebih baik, diharapkan apabila dikonsumsi dapat berfungsi secara in vitro dan lebih mampu meningkatkan imunitas dan kesegaran tubuh. Hal ini dikarenakan antioksidan dapat menghambat produksi radikal bebas yang dapat merusak sel tubuh. Selain itu antioksidan ini akan sangat membantu dalam menekan pembentukan radikal bebas yang mungkin terbentuk selama proses pencernaan, serta mengurangi keaktifan zat-zat yang merugikan tubuh. Hasil penelitian lainnya menunjukkan isoflavon dapat berfungsi sebagai anti-kolesterol, melindungi proses osteoporosis pada tulang, menurunkan resiko serangan jantung, dan anti-kanker. Sementara gingerol dan shogaol mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi melebihi aktivitas antioksidan vitamin E. Selain itu gingerol dan shogaol memiliki fungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
Tetap Pintar Untuk Memilih Makanan, dan Tetap Pintar Untuk Hidup Sehat

(Dari Berbagai Sumber)


Teddy Efendy
Alumni Teknologi Pangan Univrsitas Padjadjaran

Bala-Bala Versus Burger

Serangan pola makan ala barat sedikit demi sedikit semakin melupakan kita pada makanan tradisional. Lihat saja berbagai frenchise yang berdiri di kota Bandung mulai dari mall, plaza, pertokoan besar, atau hingga pinggiran kota, hampir setiap saat dari mulai buka hingga tutup selalu dikunjungi para konsumen. Wajar saja, setiap frenchise menawarkan jenis makanan yang lain dan berbeda, ditambah dengan rasa yang oke juga disertai sisipan gaya hidup modernis jika kita mengkonsumsinya.

Namun, apakah konsumen sadar bahwa hampir setiap jenis makanan yang ditawarkan tersebut pada umumnya makanan yang memiliki kadar garam tinggi, lemak tinggi, atau juga bergula tinggi namun kandungan gizi lainnya seperti protein, vitamin dan mineral yang rendah. Makanan-makanan ini biasanya disebut junk-food alias makanan sampah, yaitu makanan yang kandungan gizinya rendah namun kalorinya tinggi dan hanya mengandalkan rasa yang enak.

Karena yang menjadi nilai jual adalah rasa (dan gaya hidup modernis), maka hampir setiap makanan sampah ini mengandalkan food additive (bahan tambahan makanan) baik untuk memperkuan citarasa seperti MSG/vetsin. Makanan sampah ini juga mengandung lemak, garam dan gula yang tinggi sehingga beresiko menimbulkan banyak penyakit antara lain penyumbatan pembuluh darah oleh kolesterol dan obesitas. Bahkan harus semakin dikahwatirkan jika food additive yang digunakan adalah food additive sintetik yang bertujuan untuk mengawetkan makanan.

(Konon) Ada sebuah penelitian yang dilakukan seseorang. Ia merelakan dirinya sebagai sampel percobaan. Percobaan ini ditujukkan untuk melihat bagaimana pengaruh dari konsumsi makanan sampah yang berlebihan dalam jangka waktu tertentu. Ia memeriksakan kesehatan dirinya sebelum dan sesudah mengonsumsi makanan sampah selama waktu yang telah ditentukan tersebut. Hasilnya cukup mengejutkan, sebelum ia mengomsumsi makanan sampah, kesehatan tubuhnya normal, tapi setelah mengonsumsi makanan sampah, badannya kini menyimpan berbagai zat asing.

Penelitian lain yang dilakukan juga menunjukkan bagaimana sebuah french fries mampu bertahan berminggu-minggu, sementara kentang goreng biasa paling lama 3 hari dan itu pun sudah tidak layak makan. Biguta juga dengan burger yang bisa bertahan beberapa hari. Bisa dibayangkan apa jadinya jika french fries dan burger tersebut masuk ke dalam perut kita.

Adanya berbagai ancaman kesehatan karena mengonsumi makanan sampah ini, sebaiknya membuat kita kembali melihat potensi makanan tradisional yang jelas-jelas alami dan hampir tanpa resiko kesehatan. Selain itu, mengonsumsi makanan tradisional ini juga dapat melestarikan khazanah kuliner nusantara. Dari sisi ekonomi, makanan tradisional tentunya jauh lebih murah karena tidak menjual gengsi pola hidup.

Sebagai perbandingan, kita perhatikan antara bala-bala dan burger. Bala-bala bisa dikatakan makanan lengkap, bahkan sangat lengkap. Lihat saja bahan baku yang digunakan, terigu sebagai sumber karbohidrat, telur sebagai sumber protein, sayuran (wortel) sebagai sumber vitamin dan serat. Hal utama yang membedakan dengan burger adalah kandungan lemaknya. Bala-bala memberikan lemak sedikit dari telur dan minyak untuk penggorengan. Namun harus diingat, bahwa lemak nabati dari minyak goreng ini jauh lebih bersahabat dibandingkan dengan lemak hewani yang banyak terdapat pada burger. Dalam setiap 100 gram humburger, terdapat sekitar 8-12 gram lemak, ini menunjukkan tingginya kandungan lemak dalam makanan sampah ini.
Selain itu kandungan gizi antara bala-bala dan burger, bala-bala lebih aman dikonsumsi karena menggunakan food additive alami dan tanpa pengawet. Sampai sekarang belum pernah kita dengar ada bala-bala yang tahan hingga 3 hari, ini menunjukkan bahwa bala-bala bebas dari bahan pengawet.

Namun, dibalik kelebihan yang dimiliki oleh makanan tradisional, setiap pengusahanya harus selalu melakukan pengembangan produknya. Bagaimana untuk meningkatkan kandungan mineral bala-bala dengan cara foritfikasi terigu, ataupun melalui bahan baku campuran antara terigu dengan tepung-tepung hasil dari ubi-ubian lokal.

Yang paling penting dari mengonsumsi makanan lokal adalah, kita tidak terbiasa membeli gengsi dan penyakit. Justru dengan makanan lokal kita malah membeli nutrisi dan kesehatan. Selain itu pemanfaatan sumber daya hayati lokal akan sangat berarti dalam rangka mewujudkan rasa syukur kita.
Tetap Pintar Untuk Memilih Makanan, dan Tetap Pintar Untuk Hidup Sehat

(Dari Berbagai Sumber)


Teddy Efendy
Alumni Teknologi Pangan Univrsitas Padjadjaran