Jumat, 24 Juli 2009

Membedakan Pisang Matang Pohon dan Pisang Karbitan

Membedakan Pisang Matang Pohon dan Pisang KarbitanRata Penuh

Pisang memiliki kandungan gizi yang baik, sebagai sumber vitamin seperti halnya buah-buahan, pisang juga bisa dijadikan sebagai sumber karbohidrat. Bahkan pisang juga bisa dijadikan sebagai sumber Kalsium (Ca) karena memang memiliki kanduangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber karbohidrat lainnya.

Namun, pisang yang beredar di pasaran tidak semuanya dipanen ketika buah pisang matang di pohon, bahkan sebagian besar dipanen ketika masih mentah kemudian dimatangkan dengan bantuan etilen atau karbit, sehingga hasilnya dikenal dengan pisang karbitan. sekalipun dari sisi rasa, tidak terlalu berbeda antara pisang matang pohon dengan pisang karbitan, tapi jangan pernah lupa, bahwa pada dasarnya sesuatu yang alami lebih baik daripada yang dibuat-buat atau dipaksakan.

Salah satu cara untuk membedakan pisang matang pohon dan pisang karbitan adalah dengan memperhatikan fisik buah pisang tersebut. Dilihat secara melintang, setiap pisang ini akan memiliki sudut pada awalnya. Pisang yang matang pohon, sudut ini akan semakin menghilang. Sedangkan Pisang karbitan sudut ini akan tetap terlihat. Jadi,silakan pandai memilih dan tetap hidup sehat.
Tetap Pintar Untuk Memilih Makanan, dan Tetap Pintar Untuk Hidup Sehat


Teddy Efendy
Alumni Teknologi Pangan Univrsitas Padjadjaran

Jumat, 17 Juli 2009

Memulai Hidup Sehat

Hidup sehat? Siapa yang tidak mau. Dengan kesehatan kita bisa menikmati hidup dan semua fasilitas yang telah diberikan oleh Tuhan. Dengan kesehatan pula kita bisa beribadah sebagai bentuk syukur kita pada Tuhan.

Hanya saja, alam terlalu banyak dilukai manusia-manusia yang hanya berfikir uang. Kini sulit mencari air bersih nan gratis, sulit mencari tanah subur alami, sulit mencari angin segar untuk bernafas. Ketika alam marah, sulit kita mencari makanan yang sehat, dan bebas dari racun-racun yang membunuh secara perlahan. Apalagi makanan ini dibuat oleh mereka yang menjual kemudahan pada konsumen. Dengan sadar mereka memberikan racun, baik racun yang ada pada makanan ataupun pada kemasan.

Mungkin hal ini yang menjadi alasan, seseorang menolak makan siang yang saya siapakan,ketika saya menjadi panitia sebuah kegiatan. Alasannya, kemasan yang saya gunakan berupa styrofoam. "Tidak, itu karsinogenik. Ada CFCnya" Katanya. Saya terdiam, dan menyadari betul ucapannya. Hanya saja, terkadang sulit dipercaya, untuk acara seperti ini dimana faktor pendanaannya seharunsya dimaklumi, kenapa seseorang itu tetap idealis untuk menjaga kesehatannya.

Esoknya saya gunakan styrofoam yang telah memiliki sertifikat bebas CFC. Dia tetap menolak, menurutnya masih ada bahan-bahan lain yang mungkin bermigrasi ke makanan, apalagi jika makanan disajikan dalam keadaan hangat hingga panas.

Hari terkahir, saya bungkus semua makanan menggunakan daun pisang. Walaupun masih menggunakan styrofoam sebagai kemasan skundernya, tapi kini mau untuk menyantap konsumsi yang saya siapkan.
Baginya sederhana, "Ke-idealis-an ini bukan karena saya tidak menghargai kalian, tapi saya ingin sehat. Saya harus sehat untuk keluarga saya. Jika lingkungan tak mau sehat, Biarkan saya berusaha untuk sehat".

Tetap Pintar Untuk Memilih Makanan, dan Tetap Pintar Untuk Hidup Sehat

Teddy Efendy
Alumni Teknologi Pangan Univrsitas Padjadjaran

Selasa, 14 Juli 2009

LOGO HALAL


Kriteria halal yang terdapat pada setiap makanan merupakan unsur penting dalam pemilihan jenis makanan di Indonesia. Apalagi mayoritas masyarakat Indonesia adalah umat muslim, suatu kelompok masyarakat yang memang memiliki aturan tegas tentang halal atau tidaknya makanan yang akan dikonsumsi.
Hampir di setiap label makanan, logo ini dipampang, bahkan ditempat yang sangat strategis, sebagai upaya untuk menarik minat dari konsumen Indonesia. Logo halal ini merupakan hasil dari suatu proses penilaian yang dilakukan oleh badan berwengan, antara lain oleh MUI.


Pencantuman logo halal pada makanan ini tentu saja jika produk tersebu telah memiliki sertifikat halal, dimana sertifikan ini pada dasarnya adalah fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at Islam. Sertifikat Halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan ijin pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang.


Namun ada pendapat menarik dari seorang dosen dari jurusan Teknologi Industri Pertanian, Prof. Carmencita, yang menyatakan bahwa di negara yang mayoritasnya muslim, alangkah baiknya jika logo yang dicantumkan pada setiap kemasan produk makanan ini adalah logo haram, bukannya logo halal.


Sepintas memang aneh, atau lebih tepatnya bukan hal yang biasa, tapi bagi saya, ini justru gagasan yang menarik dan perlu dipertimbangkan dari pihak berwenang, dalam hal ini MUI. Kenapa, karena dengan demikian, ada satu penilaian pasti, apa yang tidak boleh dimakan oleh umat Muslim.


Tetap Pintar Untuk Memilih Makanan, dan Tetap Pintar Untuk Hidup Sehat



Teddy Efendy
Alumni Teknologi Pangan Univrsitas Padjadjaran

Rabu, 08 Juli 2009

Membedakan Pewarna Buatan Pada Tahu

Tahu, makanan hasil pengolahan kedelai banyak digemari oleh masyarakat indonesia. Selain ekonomis juga mengandung kandungan protein yang tinggi. Untuk itu para pembuat tahu selalu berusahan menampilkan tahu dalam bentuk sempurna untuk meningkatkan penjualan. Dari sisi warna, tahu pada umumnya ada dua jenis saja, tahu putih atau tanpa pewarna dan tahu kuning. Untuk tahu kuning pewarna yang biasa digunakan pembuat tahu adalah kunyit, atau bahkan pewarna sistetis.

Tidak perlu khawatir jika memang pembuat tahu menggunakan pewarna dari bahan kunyit, tapi harus diwaspadai untuk tahu yang diwarnai dengan pewarna sistetis ini. Pewarna sistetis ini dapat mengakibatkan kerusakan hati jika dikonsumsi dalam waktu yang lama dan berkesinambungan.

Ada satu cara sederhana untuk membedakan pewarna tahu tersebut. Siapkan saja sabun cuci sebagai pengujinya. Caranya cukup dioleskan pada permukaan tahu yang berwarna kuning. Untuk tahu kuning yang menggunakan pewarna sistetis warna kuning tidak akan berubah, sementara untuk tahu yang menggunakan pewarna kunyit akan mengalami perubahan warna, dari kuning menjadi merah atau marun.

Silakan mencoba, dan jangan lupa untuk selalu hidup dengan sehat.

Tetap Pintar Untuk Memilih Makanan, dan Tetap Pintar Untuk Hidup Sehat

Teddy Efendy
Alumni Teknologi Pangan Univrsitas Padjadjaran

Rabu, 01 Juli 2009

Konsumen Hanya Membeli Kemasan.

Trend masyarakat modern yang lebih mendahulukan makanan cepat saji ataupu mengonsumsi makanan dalam kemasan rupanya telah dimanfaatkan betul oleh industri makanan. Pada umumnya produk makanan yang digemari masyarakat golongan ini adalah makanan yang memiliki kemasan yang baik dari sisi bahan dan menarik dari sisi labelingnya. Hanya saja, dengan pola konsumsi yang lebih mengandalkan gengsi ini, tidak sedikit konsumen yang lebih memilih produk makanan berdasarkan kemasannya.

Khusus makanan yang tergolong 'makanan murah' ada satu fakta yang mesti dicermati. Pada umumnya makanan golongan ini justru lebih menjual kemasan daripada produknya. Di luar biaya trasnportasi dan advertising, biaya kemasan bisa mencapai 60% dari biaya produksi. oleh karena itu, konsumen sebenarnya menghabiskan lebih banyak untuk kemasannya daripada makanannya itu sendiri.

Bahkan, kemasan yang digunakan didominasi oleh kemasan yang tidak dapat diperbaharui, atau dapat digunakan untuk keperluan lainnya. hal ini bisa diambil kesimpulan, bahwa kombinasi pola trend masyarakat dan industri makanan hanya lebih memperburuk keadaam alam.

Untuk itu, setiap dari kita harus berani mengambil tindakan untuk kembali memenuhi kebutuhan secara efektif. Jika memang kita bisa mendapatkan makanan tanpa harus membeli kemasan kenapa tidak? mari kita kembali pada konsumsi yang lebih alami dan segar, atau para pelaku industri makanan lebih bijak dalam mengeluarkan produknya dalam penggunaan kemasan, bagitu juga dalam pembentukan opini publik melalui pencitraan yang berlebihan.

Tetap Pintar Untuk Memilih Makanan, dan Tetap Pintar Untuk Hidup Sehat

Teddy Efendy
Alumni Teknologi Pangan Univrsitas Padjadjaran