Selasa, 25 Mei 2010

Makanan Enak Saja Tak Cukup

Dalam dunia kuliner, hampir setiap saatnya dimunculkan menu baru. Hal ini diperlukan oleh para penguasaha kuliner untuk tetap mempertahankan para pelanggan di tengah menjamurnya usaha kuliner.

Inovasi-inovasi menu terkadang 'stak', dan akhirnya sekedar adanya substitusi atau pergantian bahan baku utama ataupun bahan tambahan, atau juga berupa penambahan atau bahkan pencampuran bahan-bahan baru sebagai pengganti atau penambah cita rasa atau flavour. Inovasi yang dihasilkan tentu saja lolos uji hedonis atau uji kesukaan. Tapi apa itu cukup?

Perlu diketahui, bahwa dalam setiap bahan makanan tidak sekedar menandung zat gizi, melainkan juga terkandung sifat-sifat fungsional, sifat fungsional ini merupakan sifat bahan makanan yang akhirnya tidak hanya memberikan efek pemenuhan gizi saja melainkan memberikan efek kesehatan, oleh karena itu sering kali kita mendengar sebuah isitilah yaitu pangan fungsional atau 'functional food'.

Oleh karena itu, inovasi kuliner yang mengandalkan pada penambahan atau pencampuran bahan, mempertahankan sifat fungsional bahan makanan perlu diperhatikan. Misalnya saja jika bahan utamanya adalah susu, yang memiliki nilai protein yang tinggi dan juga terkandungnya berbagai macam vitamin. Maka jika ingin melakukan pecampuran dengan buah-buahan untuk memperbaiki cita rasa atau flavour, harus diperhatikan beberapa hal, seperti berapa derajat keasalah atau pH dari buah-buahan yang digunakan, karena pH yang terlalu rendah akan merusak pH susu yang berakibat pada rusaknya sifat fungsional dari protein susu, kemudian jika dipanaskan, bagaiana dengan kondisi vitaminnya, karena tak semua vitamin dalam susu ini tahan panas.

Atau mungkin jika menggunakan bahan baku nabati, misalnya saja susu kedelai yang kita kenal memiliki isoflavon sebagai zat antioksidan, di mana salah satu sifat fungsionalnya adalah untuk menangkal keberadaan radikal bebas dalam tubuh yang merupakan zat karsinogen atau penyebab kanker. Kekurangan dari susu kedelai ini adalah karena aroma langu yang dimiliki, oleh karena itu baiknya diberikan tambahan zat pemberi aroma seperti rempah-rempah misalnya jahe.

Dari penelitian yang saya lakukan dalam menyelesaikan pendidikan S-1, di simpulkan bahwa penambahan jahe ini ternyata memberikan daya hambat terhadap radikal bebas yang lebih baik. Dari hasil penelitan tersebut untuk dapat memberikan % inhibisi sebesar 50 % susu kedelai jahe yang dibutuhkan yaitu 7,55 % v/v dibandingkan susu kedelai biasa (tanpa jahe) yaitu 9,76% v/v, dengan kata lain susu kedelai jahe lebih baik dibandingkan dengan susu kedelai biasa karena dengan konsentrasi yang sama mampu memberikan daya hambat radikal bebas (% inhibisi) yang lebih besar.

So,..terbukti, yang enak saja tak cukup, tapi dengan pengetahuan yang enak jadi lebih manfaat.

Tetap Pintar Untuk Memilih Makanan, dan Tetap Pintar Untuk Hidup Sehat.

Teddy Efendy
Alumni Teknologi Pangan Universitas Padjadjaran

Selasa, 11 Mei 2010

Purin Free

Purin adalah senyawa protein dari golongan nukleoprotein. Jika purin ini dimetabolisme, maka hasilnya adalah asam urat. Kadar asam urat dalam darah berlebih dapat menyebabkan penimbunan kristal asam urat pada cairan sendi (penyakit gout). Kadar asam urat yang disarankan adalah antara 3,4 - 7,0 miligram per desi Liter (mg/dL) untuk laki-laki dan 2,4 - 6,0 mg/dL untuk wanita.

Asam urat dalam tubuh dihasilkan melalui dua cara. Pertama, sebagai hasil akhir dari metabolisme normal, yaitu pemecahan asam amino non-esensial, glutamin dan asam aspartat. Proses ini terjadi dalam tubuh setiap orang, karena asam urat merupakan komponen yang diperlukan tubuh dalam jumlah tertentu. Kedua, sebagai hasil akhir proses metabolisme purin yang berasal dari makanan. Karena tubuh telah menyediakan 85 persen senyawa purin untuk kebutuhan setiap hari. Ini berarti bahwa kebutuhan purin dari makanan hanya sekitar 15 persen. Oleh karena itu penumpukan asam urat karena sebab pertama jaranglah terjadi. Yang lebih sering adalah akibat tingginya konsumsi makanan yang banyak mengandung purin, disertai pola konsumsi sehari-hari dengan gizi yang kurang seimbang seperti terlalu banyak makan makanan berlemak dan mengandung kolesterol tinggi.

Oleh karena penyebab terbesar asam urat adalah pada konsumsi makanan, maka penting rasanya akan adanya sebuah tawaran istilah komersial dalam labelling pengemasan makanan, yaitu "PURIN FREE" dimana kadar purin yang terkandung dalam makana kemasan aman untuk para penderita asam urat.

Teddy Efendy
Alumni Teknologi Pangan Univrsitas Padjadjaran